fadlullah2.jpg

Ayatullah S. M. H. Fadlullah

Cinta merupakan suatu keadaan ketertarikan yang dialami seseorang terhadap seorang yang lain, yang bersamanya dia merasakan kesatuan emosional dan spiritual (ruh), terkadang sampai pada batas peleburan dimana adanya atau tidak adanya orang lain ini merupakan sumber utama dari kebahagiaan atau kesedihannya.

Dan cinta itu ada berbagai macam. Seperti Cinta Spiritual, yang bertitik tolak dari sifat-­sifat mulia yang terwujud di dalam diri sang kekasih.

Terkadang, kita sendiri mencintai seorang pahlawan atau seorang dermawan, atau orang alim dan orang-orang yang memiliki moral yang mulia. Cinta semacam ini adalah suatu perasaan yang berasal dari akal dan sampai merasuk ke hati, lalu ia bergerak dalam bentuk penghormatan dan hubungan emosional terhjadap yang lain!

Ada pula Cinta Naluriah, cinta yang bersifat inderawi, yang bangkit secara naluriah oleh sifat-sifat keindahan yang ada pada orang lain persis sebagai mans keadaan cinta seorang pria kepada seorang wanita atau sebaliknya!

Cinta ini biasanya bertitik tolak dari naluri yang terkadang terjadi di bawah alam sadar, namun ia melepaskan perasaan ini secara ringan yang terkadang tidak dirasakan oleh kedua belch pihak (laki-laki dan perempuan), kecuali setelah tingkat kemesraan dan hubungan spiritual antar mereka berdua meningkat sehingga mereka berdua menghadapi masalah seksual dari sisi yang mereka tidak sadari.

Ini yang menjadikan sebuah persahabatan yang tutus berubah j men adi keadaan jasadi setelah sebelumnya terjalin dalam bentuk rasional dan spiritual! Terkadang cinta naluriah menyimpang karena keadaan jiwa yang tidak seimbang sehingga muncullah fenomena homoseksual dan lesbian. Ini adalah fakta yang dapat dilihat pada masa lalu dan masa sekarang ini!

Terdapat juga cinta yang bersifat spiritual dan emosional, yaitu cinta ayah ibu kepada anak-anaknya, serta cinta seseorang kepada teman-temannya dan kaum kerabatnya. Ini adalah cinta yang bersifat fitri, karena manusia tertarik dengan orang yang ikatan dengannya seperti ikatan kebapakan, keibuan, kekeluargaan dan persahabatan!

Dan secara alami cinta ini akan tampak dalam bentuk penjagaan, pengasuhan, penghormatan, dan pembelaan serta memberinya apa yang dicintai dan disukainya dan lain-lain!

“Plato berkata: “Sesungguhnya cinta terdiri dari dua kesatuan yang bertemu dan berjabat tangan serta mendorong salah sate di antara keduanya untuk menghampiri yang lain dengan tetap memperhatikan kebebasan mereka berdua”

Ini adalah pendapat yang benar, sebab ketika cinta tedadi secara timbal batik maka akan tersusun perasaan pria yang tertarik kepada wanita, dan perasaan­perasaan wanita yang tertarik kepada pria. Perasaan-perasaan inilah yang dirasakan sebelumnya oleh masing-masing mereka selanjutnya akan bertemu dan saling berpelukan sehingga terbentuklah kesatuan ini yang dinamakan dengan cinta!

Namun kesatuan ini tidak menghilangkan kebebasan mereka berdua, karena kedua belah pihak dapat meninjau kembali perasaannya sebagaimana perasaan-perasaan mereka masing-masing terhadap yang lain dapat berakhir (putus), ketika datang secara tiba-tiba perubahan perubahan yang menuntut hal itu!

Kebebasan ini terkadang tidak selamanya dapat dipertahankan seperti keadaan-keadaan cinta yang melebur di dalamnya si pecinta (al-habib) ke dalam kekasih (al-mahbub) sampai pada tingkat esensi dirinya dan eksistensinya hilang (musnah) bersamanya. Itu semua diasebabkan oleh penguasaan perasaan dan emosi atasnya!

CINTA ITU FITRAH
Dan (Dia) Yang mempersatukan hati mereka. Walaupun kamu membelanjakan semua yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.” (QS Al-Anfal [8] ayat 63)

Cinta merupakan keadaan emosional yang digerakkan oleh kebutuhan manusia yang bermacam-macam dan berbeda-beda, baik secara kwalitas, derajat ataupun standart.

Selanjutnya, kebutuhan tersebut akan mencari tempat-tempat pemuasannya yang khusus dan yang terbagi menjadi beberapa kebutuhan jasadi seperti sandang-pangan dan lain-lain, sampai kebutuhan-kebutuhan ruhani yang tercermin di dalam nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang tinggi.

Manusia memiliki hubungan emosional dengan hal-hal semacam ini dan terdorong secara sentimental kepadanya sebelum menyadari hubungan realistis yang mengikatnya dengannya sebagai sumber pemenuhan kebutuhan.

Oleh karena itu, kami dapat mengatakan bahwa manusia memiliki secara fitri potensi cinta dan kebutuhan kepadanya. Kebutuhan ini tumbuh di dalammnya dan cinta tumbuh bersamanya.

Dan sebagai fakta yang paling tepat dalam hal ini adalah apa yang kita saksikan pada hubungan seorang ibu dengan anaknya. Ibu tidak akan pernah menjaga anaknya dan tidak akan memenuhi kebutuhan primernya kecuali karena cinta yang bersifat fitri yang disembunyikannya, dan seorang anak akan menyambut cinta itu, dan akan berinteraksi secara emosional dengannya.

Karena kasih sayang yang diberikan ibunya pada saat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya akan menggerakkan kesiapannya untuk menerima cinta yang fitri itu, dan akan mengatur pertumbuhan dan pengembangannya sampai mencakup seluruh kebutuhannya secara rasional dan spiritual, dan seterusnya, bukan hanya kebutuhannya yang bersifat material. Ini dari satu sisi.

CINTA DAN IBADAH
Dari sisi lain, kepercayaan manusia yang rasional terhadap suatu pemikiran atau seseorang atau suatu pekerjaan akan menciptakan di dalam dirinya kecintaan kepada pemikiran tersebut, atau kepada seseorang atau kepada pekerjaan yang tingkat kekuatannya naik seiring dengan naiknya tingkat kepercayaan terhadap objeknya!

Cinta dalam pengertian seperti ini mempunyai tingkatan tingkatan. Yang paling tinggi adalah tingkat penghambaan (‘ibadah) kepada kekasihnya!

Yaitu suatu tingkatan di mana cinta di dalamnya sampai pada batas penghargaan si pencinta terhadap objek kecintaannya sampai pada derajat pengkultusan (taqdis).